Minggu, 03 Oktober 2010

PALSU, PALSU DAN PALSU

Tidak diragukan lagi memang kita hidup dikelilingi banyak hal yang serba palsu...
Ada Bahan bakar pesawat palsu (dioplos dengan air), Balsam palsu, Ban impor palsu, Bank palsu, Baso palsu (berformalin, berdaging tikus), Bedak bayi palsu, Susu bayi palsu, Gula palsu, Beras palsu (oplosan, pakai pemutih), CD palsu (katanya film kartun gak taunya film porno), Buku palsu (bajakan).....
Sedih dan takut deh kalo mikirinnya...

Gimana enggak, di (yang katanya) era globalisasi ini, kita dihadapkan dengan kemajuan tehnologi, yang banyak menguntungkan, namun disisi lain kita juga was-was dengan dampaknya...

Ingat kan.. kita dihadapkan dengan masalah 'air mineral palsu'. Dengan boomingnya air dalam kemasan, yang memudahkan kita tuk memperoleh 'air putih sehat' karena sudah dikemas dalam gelas atau botol atau galonplastiknya, tiba2 ada pihak yang tidak bertanggungjawab, memanfaatkan kesempatan itu dengan menciptakan air mineral (dalam kemasan yang sama) tapi tidak sehat. Bahkan pemalsu air mineral galon sedemikian meyakinkan melengkapi 'galon' dengan tutup dan segelnya, plus tissue basahnya!

Lalu ada 'terasi palsu'. Yang tadinya bahan bakunya udang segar, diganti dengan ikan teri agar lebih murah dalam pembuatannya... Dan...o-oh.. tidak hanya sampai disitu... Agar proses pembuatannya berhasil 99%, mereka dengan santainya mencampurnya dengan formalin. Alasannya supaya warna bahan baku yang sudah diganti bisa menyerupai aslinya, dan pada saat pembuatannya tidak busuk, karena dalam proses penjemurannya banyak lalat yang hinggap, tapi bila pakai formalin lalat hampir tidak ada... (Lalat juga ogah, pak, sama formalin!)

Ada lagi 'teh botol palsu'. Terus terang saya salah satu penggemar teh botol yang 'merk'nya dipalsukan itu. Pernah saya beli teh botol dipinggir jalan Sabang. Pada saat botol diserahkan, saya melihat banyak sekali buih.. atau lebih mirip kalau disebut 'busa'. Tentu saja saya langsung ngeri.. gak mau meminumnya.. Kakak saya penasaran, menyuruh si penjual menuang di plastik dengan alasan akan dibawa pulang. Begitu dituang dalam plastik, busanya bertambah banyak! Kita semakin yakin kalau teh botol itu palsu!

'Softdrink palsu' merambah bukan di negara kita aja lho... Negara lain juga kena kasus serupa. Di Pakistan, sebuah industri 'rakyat' memproduksi softdrink merk 'PEPSI' dengan jalan mengoplosnya sendiri. Dan produksinya tidak sedikit, mungkin bisa dikatakan besar2an. Mereka mengoplos dan mengemasnya dengan sangat teliti. Bisa jadi hal ini memberi 'inspirasi' bagi pemalsu2 serupa di Indonesia....

Baru2 ini juga muncul berita polwiltabes Surabaya berhasil membongkar skandal pembuatan 'Madu dan Beras Kencur palsu'.. Bahan yang dipakai untuk Madu ini ternyata sama sekali bukan dari madu lebah/tawon, tetapi mereka menciptakannya dengan menggunakan bahan kimia jenis ciclamat/pemanis buatan (puroxs), CMC (tepung pengental), citrun (asam sitrat), caramel (gula goreng), tatrazine (pewarna) dan essence (perasa). Lalu yang beras kencur dibuat dari bahan tepung tapioka yang dibubuhi pewarna + sirup beras kencur. Kreatif ya... Tapi pliiiiz deh.. gak ada otaknya!

Kabar yang paling update adalah soal 'Telur Palsu'. Saya sempat terbengong-bengong gak percaya mendapat email dai seorang teman tetang telur palsu ini. Serem banget ngebacanya. Di Beijing-China memang dikabarkan ditemukan sedikitnya 23.000 kasus produk “makanan bermerek palsu” dan berkualitas rendah selama periode Desember 2006 hingga Mei 2007 sehingga merugikan 200 juta yuan (sekitar US$ 26 miliar). Tapi gak kebayang kalo mereka juga bisa bikin telur-telur sintetis... Masuk ke Indonesia pula!!

Menurut laporan dari Chosun Ilbo, karena peningkatan tajam harga-harga makanan di China, telur-telur buatan, yang dibuat hanya dari bahan kimia tanpa bahan alami, telah muncul di Kota Zhengzhou, Provinsi Henan. Ada juga kursus cara pembuatannya secara online lho!

Mr. Wang, yang menjalankan sebuah perusahaan yang membuat bahan tambahan makanan, menjelaskan bagaimana telur-telur tiruan itu dibuat. “’Putih telur’ dibuat dengan melarutkan sodium alginate dalam air. Larutan tersebut akan terlihat seperti cairan bening yang kental dan sulit membedakannya dengan putih telur yang sebenarnya.
'Kuning telur’ dibuat dengan menyekop suatu carian dengan pigmen kuning dan memadatkan serokan cairan tersebut ke dalam larutan kalsium klorida. Akhirnya, ‘putih telur’ dan ‘kuning telur’ dibungkus ke dalam ‘kulit telur’ yang dibuat dari kalsium karbonat.

Telur-telur palsu itu bukan hanya tidak mengandung nutrisi apapun,
seorang profesor Universitas China Hong Kong memperingatkan bahwa
mengkonsumsi tawas dalam waktu lama dapat mengakibatkan penyakit
dementia (penyakit mental yang serius yang dapat mempengaruhi kemampuan
berpikir, mengingat dan bertingkah laku normal).

Dari kesaksian seorang 'pemangsa telur' yang didorong rasa penasarannya, ada yang menawarkan telur rebus dengan harga murah, membuat ia teringat isu telur palsu, maka ia membeli 'telur palsu' itu diatas kereta api jabotabek. Harga telur ini hanya separuh dari harga telur ayam asli (perbutir 500,-). Dan bentuknya sudah matang (seperti telur rebus). Ia mengatakan memang sulit untuk orang awam membedakannya. Putih dan kuningnya sangat mirip dengan telur asli. Namun karena tiap hari ia makan telur rebus, ia bisa membedakan kalau putih telurnya terlalu kenyal. Seperti 'jelly' katanya. Sementara putih telur ayam asli, bila digigit langsung pecah di mulut. Ia bilang banyak sekali yang tertarik membelinya, karena harganya yang murah. Ada yang beli 5 sampai 7 butir sekaligus. Mereka pikir untuk oleh2 anaknya di rumah..... (Hiks...=><=)

Yaah bagaimana lagi.. tinggal kita yang harus jeli dan waspada. Bagus juga kalau punya rasa curiga dan mengamati baik2 apa saja yang akan kita konsumsi. Sudah nasibnya bila kita harus berhadapan dengan dilema seperti ini. Teliti bisa jadi salah satu cara kita mengantisipasi dan mempersempit kesempatan agar tidak mengkonsumsi makanan dan minuman atau benda2 palsu disekeliling kita kali yaa.

sumber : rednatic.multiply.com

ARTIKEL TERKAIT



Tidak ada komentar:

Posting Komentar